Langkah-langkah Mendapatkan Jodoh
Langkah-langkah Mendapatkan Jodoh :
1. Memiliki Gambaran tentang Suami/Istri yang Baik
2. Mencari Informasi
3. Meneliti
4. Meminta Pertimbangan
5. Salat Istikharah
6. Memilih
1. Memiliki Gambaran tentang Suami/Istri yang Baik
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan bagi kamu pasangan dari jenis kamu sendiri agar kamu sakinah bersamanya dan Dia menjadikan cinta dan kasih saying di antara kamu. Sesungguhnya yang demikian itu menjadi tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Ruum: 21).
Firman Allah di atas menyebutkan bahwa pernikahan bertujuan membuat seseorang merasa sakinah dan penuh cinta dan kasih saying kepada pasangannya. Hal ini memberikan petunjuk kepada kita agar laki-laki atau perempuan yang mau menikah memiliki gambaran tentang calonpasangan yang memenuhi syarat dapat menciptakan kehidupan rumah tangga yang sakinah, penuh cinta dan kasih saying.
Dengan adanya tuntutan untuk memenuhi tujuan pernikahan sakinah, penuh cinta dan kasih saying, seorang laki-laki yang ingin membentuk rumah tangga harus memperoleh gambaran yang jelas tentang istri yang baik. Begitu pula dengan perempuan, ia harus mmiliki gambaran yang jelas tentang laki-laki yang baik untuk dijadikan suami.
Gambaran yang baik tentang orang yang akan dijadikan istri atau suami haruslah sesuai dengan tuntunan agama yang telah digariskan oleh Alquran dan sunah. Hal ini menuntut seseorang mengetahui dan mendalami sifat-sifat perempuan atau laki-laki yang baik untuk dijadikan suami atau istri. Dengan mengetahui sifat-sifat ini, seseorang akan memperoleh pegangan kokoh dalam menilai calon pasangannya.
Ringkasnya, setiap perempuan atau laki-laki yang hendak menempuh pernikahan harus mempelajari secara benar cirri-ciri laki-laki atau perempuan yang baik untuk menjadi pasangannya menurut ketentuan Islam. Dengan bekal ini, seseorang akan dapat memilih dan menentukan mana calon yang baik dan mana calon yang tidak baik bagi dirinya. Dengan memiliki gambaran yang pasti seperti digariskan oleh Islam, insya Allah kehidupan suami istri akan mencapai sasaran yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.
2. Mencari Informasi
“Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Hasan bin Ali, ‘Saya mempunyai seorang putrid. Siapakah yang patut menjadi suaminya menurut Anda?’ Ia menjawab, ‘Nikahkanlah dia dengan seorang laki-laki yang bertakwa kepada Allah, sebab jika ia senang, ia akan menghormatinya, dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak suka berbuat zalim kepadanya.” (Fiqhus Sunnah II, bab Nikah).
Hasan bin Ali r.a. menerangkan bahwa orang tua yang hendak menjodohkan putrinya perlu mengetahui lebih dahulu seluk-beluk laki-laki pilihannya.
Aisyah r.a. berkata, “Nikah berarti perbudakan. Oleh karena itu, hendaklah seseorang memperhatikan kepada siapa ia lepaskan anak perempuannya.” (Fiqhus Sunnah II, bab Nikah).
Ucapan Aisyah menggambarkan bahwa setiap perempuan yang hendak bersuami atau walinya perlu mengetahui hal ihwal lelaki yang akan menjadi suaminya. Hal ini perlu dilakukan karena perempuan yang telah terikat dalam pernikahan akan menghadapi berbagai kendala yang membebani dirinya sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Kedua hadis di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa sebelum mencari jodoh atau menjodohkan, seseorang harus terlebih dahulu mencari informasi tentang seluk-beluk orang yang akan menjadi pasangannya atau pasangan orang yang dijodohkannya. Informasi yang lengkap tentang calon pasangan sangat diperlukan, baik oleh orang yang hendak melakukan pernikahan maupun oleh walinya.
Informasi yang tidak lengkap, apalagi informasi yang salah, akan sangat merugikan mereka yang akan berumah tangga. Hal ini akan dapat mengakibatkan bencana bagi kehidupan rumah tangga seseorang. Seorang perempuan yang tidak memperoleh gambaran seutuhnya tentang calon suaminya akan mengalami penderitaan hidup jika didapatinya sebagai suami ternyata laki-laki yang tidak baik perangainya.
Seorang istri yang terlanjur mendapatkan suami yang tidak baik akan menghadapi berbagai kesulitan. Bila tetap menjadi istrinya, ia tentu akan banyak berkorban menghadapi berbagai macam sikap dan perilaku suaminya yang tidak menyenangkan. Bahkan ketika ia menuntut perceraian dari suaminya, ia akan dipersulit sehingga permintaannya tidak terkabul.
Oleh karena itu, Aisyah mengingatkan bahwa seorang perempuan yang memasuki gerbang pernikahan ibarat seorang yang menjadi budak. Hal ini juga dimaksudkan sebagai peringatan bagi orang tua agar berhati-hati dalam memilihkan calon suami bagi putri-putrinya.
Begitu halnya dengan laki-laki yang sebelum menikahi seorang perempuan memperoleh informasi yang tidak benar tentang calon istrinya dan setelah menikah ternyata mendapatkan istri yang tidak baik. Hal ini tentu akan menyebabkan penderitaan dalam rumah tangga. Mungkin sekali istrinya berlaku serong atau suka melawan perintah suami atau tidak mau merawat anak-anaknya, bahkan tidak mau melayani suami dengan menyenangkan. Hal ini akan membuat suami hidup dalam ketegangan dan kepanikan. Ia tidak akan merasakan ketenangan dalam rumah tangganya, bahkan hidup berkeluarga dirasakan seperti siksaan.
Oleh karena itu, mencari informasi calon suami atau calon istri merupakan hal yang penting. Seseorang seharusnya tidak keliru mengmabil langkah awal memilih jodohnya karena hal ini dapat membuat trauma berkepanjangan dalam hidupnya.
Informasi tentang calon suami atau istri harus teruji kebenarannya. Seseorang yang mencari tidak boleh tergesa-gesa mempercayai suatu informasi. Ia sebaiknya menampung lebih dahulu onformasi yang datang dari berbagai pihak sambil menyelidiki dan menguji kebenaranya. Jika ternyata masih ragu akan kualitas calon suami atau calon istrinya, lebih baik ia menunda keputusan untuk menerimanya.
Akan tetapi, semua hal ini adalah dalam rangka usaha atau ikhtiar kita secara teori. Adapun praktiknya, kita terkadang menghadapi sebuah masalah yang sulit dipecahkan secara teori. Maka, selain teori, kita juga harus menggunakan iman dan takwa kita untuk memasrahkan diri kita kepada Allah, agar Dialah yang akan mengatur dengan sebaik-baik pengaturan.
3. Meneliti
Dari Mughirah bin Syu’bah, ia pernah meminang seorang perempuan, lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Sudahkah kamu lihat dia?” Ia menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu berdua bisa hidup bersama lebih langgeng (dalam keserasian berumah tangga).” (HR Nasai, Ibnu Majah, dan Tirmizi, hadis hasan).
Meneliti dalam pengertian ini ialah melakukan pengamatan langsung kepada calon pasangan. Dalam hadis ini Rasulullah saw. menganjurkan agar Mughirah bin Syu’bah mengamati langsung perempuan yang akan dijadikan istrinya.
Dalam mencari jodoh, setiap orang perlu melakukan penelitian kepada calon pasangannya. Tindakan ini betujuan meyakinkan apakah calon pasangan sesuai dengan harapan atau tidak. Setelah seseorang mengumpulkan sejumlah informasi tentang calon pasangannya, ia hendaklah meneliti, menganalisis, kemudian mencocokkan orang yang diselidiki dengan keadaan sebenarnya. Bila antara informasi dan keadaan sebenarnya tidak sesuai, hendaklah ia meminta pertanggungjawaban kepada sumber informasi. Dengan demikian, pengambilan keputusan yang salah menyangkut seseorang yang diselidiki tidak akan terjadi.
Tidak jarang dengan melihat atau meneliti secara langsung, penilaian terhadap calon pasangan berubah. Calon yang semula terlihat sempurna, setelah diteliti langsung ternyata memiliki cacat. Kecacatan tersebut menyebabkan perubahan sikap seseorang. Orang yang semula tertarik dan menganggap calon pasangannya memenuhi harapannya menjadi tidak tertarik dan kecewa karena cacatnya. Contoh lain, semula seseorang tertarik secara spintas kepada akhlak calon pasangannya. Tetapi, setelah meneliti dengan saksama hatinya menjadi tidak terpikat lagi karena sikap dan bicaranya kasar.
Adapun yang perlu diteliti tentu semua aspek yang ingin didapatkan dalam diri si calon. Jika yang dikehendaki sisi agama, intelektual, tingkat pendidikan, pergaulan, dan hubungan sosialnya, maka hal itulah yang diteliti agar kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan.
Penelitian kepada pasangan dibenarkan hanya dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat Islam sebagaimana diriwayatkan dalam hadis berikut. Rasulullah saw. (bila hendak menikahi seorang perempuan) biasanya mengutus seorang perempuan untuk memeriksa aib yang tersembunyi (pada yang bersangkutan). Kepada perempuan tersebut beliau bersabda, “Ciumlah bau mulut dan bau ketiaknya serta perhatikanlah urat kakinya.” (HR. Thabarani dan Baihaqi).
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan perempuan yang tidak halal baginya karena orang ketiganya nanti adalah setan, kecuali kalau ada mahramnya.” (HR Ahmad).
Dari hadis tersebut di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa cara yang dibenarkan bagi calon masing-masing untuk meneliti calon pasangannya adalah sebagai berikut.
Ia mengirim utusan untuk meneliti keadaan calon pasangannya. Utusan yang dikirim adalah perempuan jika yang diteliti calon istri dan laki-laki jika yang diteliti calon suami.
Ia tidak berduaan. Berduaan seperti pacaran tidak boleh dilakukan dalam Islam. Adapun jika yang bersangkutan ingin melakukan penelitian sendiri, pihak perempuan hendaknya ditemani oleh mahram lelakinya atau pihak laki-laki disertai saudara perempuannya atau keluarganya yang perempuan.
Cara pacaran seperti tradisi Barat (yang telah membudaya di negeri kita sekarang ini) hanya akan menghasilkan sikap-sikap munafik dan manipulasi sehingga sering menyebabkan penyesalan setelah memasuki pernikahan. Hal ini terjadi karena sejak awalnya masing-masing pihak berusaha tampak sempurna dan menyembunyikan kejelekannya.
Pacaran harus dihindari karena, selain dosa, perbuatan tersebut juga sering menimbulkan dampak negatif bagi perempuan, misalnya:
-hamil lebih dahulu sebelum menikah, sehingga keadaan tersebut sering memaksa pihak perempuan untuk menggugurkan kandungan karena pihak laki-laki belum siap untuk menikah;
-timbul rasa putus asa pada perempuan bersangkutan karena laki-laki yang menodai kegadisannya lari dari tanggung jawab;
-timbul rasa tidak percaya perempuan kepada setiap laki-laki karena sering ditinggalkan pacarnya setelah melakukan hubungan gelap. Hal ini sering menjerumuskan seseorang pada perbuatan free sex dengan siapa saja, bahkan menjadi pelacur.
Ringkasnya, Rasulullah saw. menganjurkan agar calon pasangan melakukan penelitian sebelum memasuki jenjang pernikahan maksudnya adalah untuk meyakinkan yang bersangkutan bahwa calon yang akan dipilihnya benar-benar sesuai dengan harapan.
4. Meminta Pertimbangan
Dari Fathimah, putri Qais, bahwa Abu ‘Amr bin Hafsh telah menceraikannya untuk kali yang ketiga…. Ia berkata, “Ketika aku sudah selesai menjalani idah, aku beri tahukan kepada beliau (Rasulullah saw.) bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm melamarku.
Rasulullah saw. bersabda, “Abu Jahm orangnya tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya, sedangkan Muawiyah seorang yang miskin, tidak berharta. Oleh karena itu, nikahlah dengan Usamah bin Zaid!” Akan tetapi, aku tidak senang kepadanya.
Lalu, beliau bersabda, “Nikahlah dengan Usamah bin Zaid!” Akhirnya, aku menikah dengannya. Allah Azza wa Jalla memberikan kebaikan (kepadaku) dengan dirinya sehingga aku dicemburui (wanita-wanita lain).” (HR An-Nasai).
Dalam kisah di atas dijelaskan bahwa Fathimah, putrid Qais, meminta kepada Rasulullah untuk memberi pertimbangan, siapa di antara dua laki-laki yang sebaiknya diterima lamarannya. Kedua lelaki tersebut datang dan meminta Fathimah menjadi istri sesudah masa idahnya habis. Fathimah lalu mendatangi Rasulullah saw. dan menceritakan hal tersebut dengan tujuan agar beliau memberi pendapat, siapa yang lebih pantas diterima.
Rasulullah saw. memberi pertimbangan atau nasihat dengan menjelaskan kepada Fathimah hal-ihwal kedua lelaki tersebut. Abu Jahm adalah orang yang selalu membawa tongkat di atas pundaknya. Kata kiasan ini menurut ahli bahasa berarti orang yang keras atau kejam, dan bisa juga orang yang sering pergi merantau. Adapun Muawiyah bin Abu Sufyan (yang kemudian menjadi khalifah sesudah Ali) adalah laki-laki miskin.
Setelah memberi penilaian terhadap kedua laki-laki tersebut, Rasulullah SAW. menyarankan agar Fathimah menikah dengan Usamah bin Zaid. Semula Fathimah enggan, tetapi akhirnya ia menerima usul Nabi saw., lalu menikahlah ia dengan Usamah bin Zaid. Kehidupannya menjadi baik sehingga banyak wanita yang merasa iri dengannya.
Selain perempuan, meminta pertimbangan juga dianjurkan untuk laki-laki sebelum memutuskan untuk mempersunting seorang wanita.
Adapun orang yang dimintai pertimbangan ialah orang yang baik akhlaknya, taat beragama, jujur, dapat berlaku adil, berhati-hati, dan dapat memegang rahasia orang lain, serta mengetahui hal-ikhwal perempuan atau laki-laki yang bersangkutan. Jadi, kriteria yang kita ambil adalah sisi akhlak dan kepribadiannya, bukan sisi umur, tingkat pengetahuan, atau status sosialnya.
Kita harus menyadari bahwa mendapatkan seseorang yang bersikap jujur terhadap orang lain memang sulit, lebih-lebih setelah akhlak dan agama mulai ditinggalkan masyarakat dan diganti dengan prinsip serba materi. Kita juga sulit mendapatkan orang yang adil dalam mengambil kesimpulan dan penilaian terhadap tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila meminta pertimbangan mengenai pasangan hidup. Bertanya kepada orang yang berakhlak baik yang berpedoman pada prinsip-prinsip Islam merupakan langkah terbaik.
Meminta pertimbangan kepada psikolog atau psikiater dan sebagainya yang banyak dilakukan orang sekarang hanya merupakan tindakan mubazir. Dikatkan demikian karena mereka tidak tahu-menahu perihal orang yang bersangkutan. Selain itu, mereka tidak menjadikan agama sebagai dasar berpijak dalam menilai perilaku manusia. Dasar yang mereka pakai adalah teori empiris yang masih diragukan kebenarannya.
Bila kita menerima pertimbangan orang lain, hendaklah kita berhati-hati dan membandingkannya dengan pertimbangan orang-orang lain yang kita percayai. Jika sebagian besar dari pemberi pertimbangan menilai negative orang yang kita teliti, hendaklah kita menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Jika ternyata sebagian besar dari mereka memberikan pertimbangan yang berlawanan dengan kenyataan, hendaklah kita meminta keterangan lebih jauh kepada mereka. Mungkin sekali mereka memiliki bukti-bukti yang cukup mengenai keadaan masa lalu atau sifat-sifat buruk yang bersangkutan yang kita sendiri tidak mengetahuinya. Bila orang yang memberi pertimbangan memiliki akhlak dan ketaatan beragama yang tinggi, hendaklah kita utamakan pertimbanganya, dan kita kesampingkan dorongan kecintaan kita kepada yang bersangkutan demi menjaga keselamatan diri pada masa yang akan datang.
Ringkasnya, seorang perempuan yang dilamar oleh laki-laki atau laki-laki yang akan mempersunting seorang perempuan sebaiknya meminta pertimbangan lebih dahulu kepada orang yang dipercayainya mengenai keputusannya. Hal ini bertujuan agar perempuan/laki-laki tersebut mendapatkan suami/istri yang baik sehingga kehidupan rumah tangganya memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
5. Salat Istikharah
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah saw. biasa mengajari kami melakukan istikharah dalam setiap urusan, seperti beliau mengajari kami suatu surat dari Alquran. Beliau bersabda, “Bila seseorang bertekad melakukan suatu urusan, hendaklah ia melakukan dua rakaat bukan wajib, lalu berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau pilihan kebaikan untukku dengan pengetahuan-Mu; aku memohon pertolongan-Mu dengan kekuasaan-Mu; dan aku memohon kepada-Mu (mendapatkan) karunia-Mu, Tuhan Maha Agung, karma Engkaulah yang berkuasa, sedangkan aku tidak. Engkau Maha tahu, sedangkan aku tidak dan Engkau Maha mengetahui yang gaib. Ya Allah, kalau Engkau mengetahui urusan ini baik bagiku, agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku,’ atau sabdanya, ‘pada awal-awal urusanku dan akhir-akhirnya, tentukanlah dia untukku dan mudahkanlah dia untukku, kemudian berkahilah untukku dalam urusan ini. Bila Engkau tahu urusan ini tidak baik bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku ini,’ atau sabdanya, ‘pada awal-awal urusanku dan akhir-akhirnya, jauhkan ia dariku dan jauhkanlah aku dari urusan ini dan tetapkanlah kebaikan bagiku di mana pun adanya, kemudian ridailah aku dengan urusan itu.’ Ia berkata, ‘Dengan menyebutkan apa keperluannya’.” (HR An-Nasai).
Istikharah berarti memohon dipilihkan yang baik atau mencari yang terbaik. Salat istikharah adalah salat dua raakaat untuk meminta kepada Allah agar diberi petunjuk untuk memilih yang terbaik di antara berbagai pilihan yang sedang dihadapi.
Seseorang sering menghadapi berbagai pilihan dalam memilih pasangan hidupnya. Kadang-kadang ia mempunyai dua atau tida pilihan hingga bingun memilih yang terbaik bagi diri, agama, dan kehidupan dunia, serta bagi kehidupan akhiratnya. Bila terjadi hal ini, ia sebaiknya melaksanakan salat istikharah untuk memohon kepada Allah agar diberi kemantapan menolak atau menerima.
Sebelum salat istikharah, sebaiknya hati dan pikirannya dipasrahkan sepenuhnya kepada Allah. Kita tidak boleh memaksakan diri harus mendapatkan orang yang diinginkan, karena bila kita sudah bertekad demikian, kita tidak akan mendapat ketenangan dan kejernihan dalam berpikir dan merenungkan masalahnya. Bila kita sudah dipenuhi emosi dan ketidaksabaran, tentu kita tidak akan bisa berpikir secara jernih dan lapang dada. Akhirnya, istikharah kita tidak bermanfaat.
Salat istikharah tidak terikat waktu dan tempat. Salat istikharah boleh dilakukan setiap hari sampai hati kita diberi petunjuk oleh Allah. Petunjuk yang kita peroleh adalah timbulnya rasa mantap untuk menerima atau menolak orang yang kita istikharah untuknya. Jika yang muncul adalah perasaan kuat untuk menolak, sebaiknya kita batalkan niat kita untuk mengambil orang tersebut sebagai pasangan kita. Bila yang muncul adalah perasaan kuat untuk mengambil orang tersebut sebagai pasangan kita, kita teruskan niat kita untuk menjadikannya sebagai pasangankita. Bila yang muncul adalah perasaan kuat untuk menolak tetapi kita tidak mempedulikannya, berarti kita telah mengabaikan petunjuk dari Allah. Risiko dan tanggung jawabnya hendaklah kita terima. Oleh karena itu, kita harus berperasaan peka dalam menangkap petunjuk batin yang Allah berikan agar kita tidak mengalami malapetaka dan terjatuh dalam penderitaan hidup kemudian hari.
Ringkasnya, sebelum mengambil keputusan memilih atau menerima calon istri atau calon suami, kita hendaklah melakukan salat istikharah. Insya Allah dengan langkah ini akan diperoleh kemudahan dalam menentukan pilihan dan diperoleh jodoh yang dapat mengantarkan hidup kita yang diliputi kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
6. Memilih
Dari Yahya bin Sa’id bahwa Qasim bin Muhammad telah menceritakan kepadanya tentang seorang laki-laki bernama Khidzam, yang menikahkan salah seorang anak perempuannya, tetapi anak perempuan tersebut enggan dinikahkan oleh ayahnya. Lalu, ia datang kepada Rasulullah saw dan menceritakan kejadian tersebut. Rasulullah saw. mengembalikan kepadanya pernikahan yang telah dilakukan oleh ayahnya dan anak perempuan itu memilih menikah dengan Abu Lubabah bin Abdil Mundzir. Menurut Yahya, kejadian ini terjadi pada perempuan janda. (HR Ibnu Majah).
Memilih di sini maksudnya menentukan atau mengambil seseorang yang dikuasai untuk dijadikan suami atau istri. Hadis di atas menerangkan bahwa apabila seorang laki-laki datang kepada keluarga perempuan untuk meminang anaknya, hendAklah perempuan itu diberi hak untuk menjatuhkan pilihannya. Ia tidak boleh dipaksa untuk menerima laki-laki tertentu yang dikehendaki orang tua atau wali.
Rasulullah saw. memberi hak kepada pihak perempuan (gadis atau janda) untuk memilih orang yang paling berkenan di hatinya sebagai suami. Walaupun orang tua atau wali memiliki hak untuk mengajukan seorang laki-laki sebagai suami anak atau perempuan yang berada di bawah perwaliannya, keputusan akhir tetaplah berada di tangan perempuan yang bersangkutan.
Langkah memilih ini dapat dilakukan oleh perempuan yang ditawari beberapa lelaki sebagai calon suami. Walaupun begitu, hak memilih tidak dibatasi meskipun calon yang datang hanya seorang. Jika yang datang hanya seorang, perempuan yang dilamar tetap memiliki hak untuk menolak atau menerima. Dasar pemilihan yang digunakan adalah ketentuan agama Islam mengenai sifat-sifat calon suami atau istri yang baik yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan yang sama dalm memilih jodoh. Pada masa Rasulullah saw. banyak perempuan yang berani datang kepada laki-laki untuk meminang. Tindakan ini dibenarkan Rasulullah saw. Oleh karena itu, kita tidak boleh beranggapan bahwa memilih jodoh hanya menjadi hak laki-laki sehingga perempuan hanya dianggap sebagai objek pilihan.
Memilih pasangan merupakan hal yang penting bagi muslim atau muslimah sebelum memasuki gerbang rumah tangga. Muslim atau muslimah harus berhati-hati dalam memilih istri atau suami agar tidak menyesal pada kemudian hari. Kekeliruan memilih akan sangat merugikan dirinya.
Sumber : 15 Cara & Langkah Mendapatkan Jodoh, Drs. M. Thalib, Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.
betul-betul-betul…………………
Reply
Sahkah suatu pernikahan jikalau hanya wali dari perempuan yang hadir?
Reply
Artikel yang bermanfaat, berusaha dan berdoa serta sabar adalah cara yang harus kita lakukan agar mendapat jodoh sesuai idaman kita.
Reply